Hari
Jadi Bone diperingati setiap tanggal 6 April setiap tahunnya. Hal ini
berdasarkan Perda Kabupaten Bone Nomor 1 Tahun 1990. Penetapan ini
diawali dengan kegiatan seminar yang dihadiri oleh pakar sejarah dan
budayawan Bone. Pada tahun 2007 Bone memperingati hari jadinya ke-677
yang terhitung sejak To Manurung sebagai Raja Bone I (1330). Adapun kegiatan yang dilakukan dalam memperingati Hari Jadi Bone diantaranya sebagai berikut :
A.MATTOMPANG ARAJANG
Merupakan
kegiatan mensucikan Benda-benda pusaka kerajaan Bone yang terdiri dari
: Keris Lamakkawa, Pedang (Alameng), Latenri Duni, dansenjata perang
lainnya serta Salempang Emas (Sembang Pulaweng). Penyucian
ini dilaksanakan secara adat, dengan pelaksana oleh para Empu Keris
Pusakan yang disertai tata cara adat lainnya meliputi Sere Bissu yang
diiringi musik “Gendrang Bali Sumange”, Ana” Beccing, dan Kancing.
Dimasa kerajaan masa lampau, kegiatan ini sebagai bahagian
upacara ritual untuk menghadapi hal-hal tertentu seperti ketika akan
menghadapi perang, menghadapi wabah penyakit yang melanda kerajaan, dan
guna mendatangkan hujan ketika terjadi kemarau panjang. B.KIRAB KERAJAAN BONE C.SENDRATARI MANURUNGNGE RI MATAJANG Merupakan
Sendratari yang menyajikan kisah sejarah awala terjadinya Pengangkatan
dan Pelantikan Raja (Mangkau), yang sekaligus merupakan babakan awal
terciptanya tata pemerintahan kerajaan I dimasa abad XIII pada tahun
13130 di Tanah Bone. Sendratari ini mengisahkan bahwa Tanah Bone pada
abad XIII, kehidupan masyarakat serba tidak menentu. Di antara kelompok
masyarakat adat yang ketika itu masing-masing dipimpin oleh seorang
ketua adat atau disebut Matoa, saling menjatuhkan dan memerang satu
sama lain. Sehingga suasana kehidupan menjadi carut – marut, di
mana-mana para warga saling bermusuhan. Tidak Ada lagi tatanan yang
dapat mempersatukan rakyat Bone, kemiskinan terjadi, keterpurukan
terjadi pada semua sendi kehidupan. Peristiwa demi peristiwa terjadi
tanpa terkendali, sehingga suatu saat terjadi satu keajaiban di mana
bumii diliputi hujan lebat dan petir menyambar-nyambar dengan sangat
dahsyat dan menyilaikan mata. Tiba-tiba muncul seorang yang berpakaian
putih yang tidak diketahui asalnya (dalam kisah lontara ia disebut
dsebagai PUA CILAO), hujan dan petirpun reda. Mengalami peristiwa ajaib
ini para warga yang berperangpun menghentikan aktivitasnya melihat
kedatangan seorang yang dianggap turun dari langit. Para wargapun
kemudian memberikan salam hormat. Namun
sang pendatang ini menolak untuk diberi penghormatan dan bahkan ia
menyampaikan pesan bahwa manusia yang pantas bagi mereka untuk diberi
penghormatan buakanlah ia, melainkan ada seseorang yang lain yang kelak
akan menjadi pemimpin mereka di Tanah Bone. Dialah yang akan menjadi
raja (Mangkau) I di Tanah Bone. Jelang beberapa lama muncullah
seseorang dengan berpakaian lengkap yang didampingi oleh para
pengapitnya berikut sejumlah Bissu sebagai pasukan pengawal. Dialah
Sang ManurungngE Ri Matajang bergelar Mattasi LompoE. Dan setelah duduk
bersama para Tokoh Pemimpin Rakyat (Matoa), maka para Matoa bersepakat
mengangkat ManurungngE Ri Matajang sebagai Mangkau (raja) I di tanah
Bone. Sehingga sejak itu pada tahun 1330 berdirilah Kerajaan Bone.
D.TARI ALUSU
Tari
yang digelar untuk penjemputan tamu kehormatan dari kerajaan lain.
Diperagakan pada awalnya oleh para Bissu kerajaanpada abad XVI masa
pemerintahan Raja Bone X We Tenri Tuppu MatinroE Ri Sidenreng, tari ini
biasa juga disebut Sere Bissu. Kemudian pada masaberikutnya dipergakan
dalam bentuk tari yang disebut Tari Alusu yang diperagakan oleh
paradara-dara di lingkungkangan bangsawan
E.TARI PAJAGA ANDI
Lahir
pada masa Raja Bone Webenri Gau Fatima Banri, ia juga selaku pencipta
pakaian “Waju Ponco” yang dikenakan bagi para andi-andi seperti
sekarang ini. Tari ini diperagakan pada saat “Majjaga” di saoraja untuk
menciptakan suasana hiburan bagi raja ketika sedangberistirahat.
F. TARI MARANENG SONGKOK PAMIRING
Merupakan
tari kreasi daerah Bone yang menggambarkan cara menganyam Songkok To
Bone. Mulai dari pengambilan bahan (dari ure’ Ca/Serat pohon lontar)
sampai menjadibentuk songkok. Tarian ini diperagakan oleh para anak
dara dan Kallolona Tanah Bone kostum Adat Bugis Bone, dihadapan para
tamu Kehormatan Daerah. dengan Instrumentarian ini adalah gendang,
gong, kecapi, suling, dan peralatan lainnya.
G.GENRANG SANRO
Dibawakan
oleh para sanro (dukun) untuk meminta restu dewa guna menolak bencana
yang diperkirakan akan menimpa kerajaan. Selain itu juga dipakai dalam
upacara adat seperti: Acara Menre’ Bola (menempati rumah baru),
Mappakkulawi (Maruwwaelawi) yaitu selamatan anak yang baru lahir. Acara
ini sudah ada sejak zaman kerajaan, dilakukan oleh para Sanro yang
lahir setelah berakhirnya peranan Bissu di lingkungan kerajaan. Para
Sanro ini bisa darilaki-laki maupun perempuan. Alat yang digunakan :
gendang, anak beccing, kancing, mangkok porselin, dan sinto (dari bahan
daun lontar).
H.GENRANG BAJO
Diperagakan
oleh oleh komunitas suku Bajo, yang memberikan gambaran situasi
kehidupan suku Bajo di pesisir pantai. Genrang Bajo sering disebut juga
sebagai Genrang Pabbiring (pesisir)
I.GENRANG BALISUMANGE
Diperagakan
oleh rumpun bangsawan untuk mengiringi upacara adat perkawinan, upacara
malam perkawinan adat bugis Bone lingkungan Saoraja. Genrang
BalisumangE biasa juga digelar pada acara perkawinan antar rumpun
bangsawan, mulai dari mappettu ada, tudang penni, sampai hari
perkawinan (esso botting); selalu diiringi dengan anak baccing dan
kancing.
J.GENRANG PANGAMPI
Dibunyikan
saat warga menjaga padi, sehingga hama dan burung, pengganggu
pemakanpadi menjauh dari tempat/sawah. Alat yang dipakai : alat bambu
dan kayu pilihan, biasanyadiiringi dengan " katiting " (dari batang
padi).
(Ditulis Oleh : Mursalim, S.Pd., M.Si. Direktur Lembaga Seni Budaya Teluk Bone)
|